Pages

Senin, 02 Maret 2015

Cerpen : Rena



Rena

“Rena tunggu!” panggilku sambil menahan tangan Rena
“Kenapa La?” tanya Rena dengan muka melas.
Aku mencoba berbicara pada Rena, setelah seharian tadi di kantor aku mencoba untuk berbicara padanya tetapi dia selalu menghindar. Sekarang jam pulang kerja aku mencoba berbicara pada Rena. Aku berusaha membuka mata Rena tentang Sandi, pacarnya yang selalu membuat Rena sedih, galau dan tersakiti. Jujur saja aku sedih melihat Rena seperti ini, walau aku baru kenal Rena tapi aku tetap menganggap dia sahabatku, dan tentunya aku ga mau sahabatku ini tersakiti seperti ini. Sebenarnya dari awal aku tidak suka melihat  Rena dekat dengan Sandi, apalagi sejak aku tahu Rena sudah pacaran dengan Sandi, aku khawatir dengan Rena. Aku takut kalau gadis polos itu jatuh ketangan laki-laki macam Sandi.
Rena gadis yang cantik, walau tidak terlalu tinggi tapi kulitnya yang putih bersih dan wajahnya yang terlihat kalem menambah nilai plus gadis itu. Rena berdarah Sumatera tepatnya di Palembang, orangtua Rena tinggal di Palembang, sedangkan dia tinggal di Jakarta bersama adik permpuannya yang masih kuliah. Rena jauh dari orang tua, orang tua manapun pasti menginginkan anak gadisnya berhati-hati di tanah rantau, jangan sampai terjadi apa-apa, memiliki anak gadis merupakan hal yang paling di jaga oleh orang tua manapun, dan aku yakin orang tua Rena pun ingin agar Rena baik-baik di perantauan, dan pastinya selalu jaga diri.
Randi pacar Rena, menurutku Sandi tidak terlalu tampan, ya apalagi jika dibanding dengan Evan kekasihku, Sandi bertubuh kurus, dan tidak terlalu tinggi juga. Aku tidak tahu sejak kapan dan karna apa Rena bisa dekat dengan Sandi. Dimata semua orang Sandi mungkin pendiam, tapi tidak menurutku, bukan karna aku pernah ada masalah dengan Sandi, tapi aku hanya melihat dari wajahnya yang menurutku agak aneh. Aku mencoba menjelaskan pada Rena laki-laki macam apa Sandi, tapi Rena tidak mendengarkan aku, dia hanya berkata, Sandi baik-baik, dia tidak pernah macam-macam, atau bersikap kurang ajar. Yah, menurutku wajar saja jika awal-awal pacaran seperti itu, tetapi lihat saja beberapa bulan kemudian. Sampai suatu saat Rena bercerita padaku bahwa Sandi mempunyai pacar lain di Bandung.
“Lo tau Sandi punya pacar lagi di Bandung, sekarang apa yang lo harapkan Ren? stop Ren, gue ga mau liat lo seperti ini terus” aku coba berbicara pada Rena.
“Cilla, gue yakin Sandi pasti berubah dan dia akan sayang sama gue tulus” kata Rena.
Rena bersikeras mengatakan bahwa Sandi pasti akan berubah, tapi tidak menurutku, laki-laki macam Sandi tidak akan pernah berubah. Memang dasar kepala batu, Rena tetap mempertahankan Sandi. Sudah setahun mereka berpacaran dan sudah sangat sering mereka ribut. Ada saja yang mereka ributkan, dan masalahnya tidak lain adalah perempuan lain, selalu itu.
            Terkadang Rena curhat bahwa setiap weekend Sandi selalu pulang ke Bandung, alasan Ibunya yang sakit, kadang alasan Bapanya yang sakit, kadang Kakaknya yang sakit, pokoknya semua keluarganya dia bilang sakit, seperti weekend ini, Sandi akan pulang ke Bandung lagi.
 “Ren, lo sendiri kan yang bilang kalau Sandi juga udah ngaku kalo di Bandung dia punya pacar lagi. Rena denger ya, ini yang kesekian kalinya gue ngomong. Lo itu pacar Sandi saat di Jakarta, sedangkan di Bandung Sandi punya pacar yang lain. kenapa Sandi punya pacar lain karna dia ga bisa dapet “sesuatu” dari lo” kataku sambil kedua tanganku membuat tanda kutip.
 “Ren, lo ga bisa kasih “sesuatu” itu untuk Sandi, jadi dia cari “sesuatu” itu dari cewe lain. mending putus aja sih daripada lo sakit hati terus” lanjutku.
“Apa iya La? Apa karna itu makanya Sandi punya cewe lagi di Bandung untuk dapet yang dia mau?” tanya Rena dengan wajah sedih, melas, dan hampir menangis.
“Ga usah cengeng! Udah gede, malu sama umur” kataku sambil memberinya tissue.
Rena mengambil tissue pemberianku, sepertinya Sandi sudah memanggilnya untuk pulang.
Aku terus berusaha mengingatkan Rena bahwa Sandi hanya mengincar tubuh Rena, bahkan keperawanan Rena, akupun terus mengingatkan Rena untuk terus hati-hati dengan Sandi. Aku tahu laki-laki macam Sandi tidak pernah serius dalam pacaran, laki-laki macam dia hanya mengincar tubuh perempuan saja, selama dia mendapat apa yang dia mau dia tidak akan meninggalkan Rena. Aku tidak pernah bosan untuk mengingatkannya, bukannnya aku ikut campur tapi aku hanya tidak mau jika nantinya Rena menyesal, jangan sampai gadis polos itu dimanfaatkan oleh Sandi.
 “La, gue pulang duluan ya, Sandi udah manggil” pamit Rena
“Okeh, hati-hati ya Non” jawabku
“Lo ga dijemput Evan?”
“Masih di jalan, paling bentar lagi sampe”
“Yaudah, gue duluan ya”
“Yupp… “
Setelah pamit Rena berjalan keluar pintu gerbang kantor, aku menyusulnya Berjalan menuju gerbang kantor, menungguu Evan pacarku menjemputku pulang. baguslah, tak sampai lima menit aku menunggu Evan langsung nongol.
***
Keesokan harinya saat jam istirahat kerja. Rena makan siang dengan Sandi.
“Sayang, jadi kamu weekend ini pulang ke Bandung lagi?”
“Iya” jawab Sandi agak cuek
“Ibu kamu sakit?”
“Iya, kalo Ibu ga sakit aku juga ga pulang” masih sedikit cuek.
“Bener Ibu sakit?”
“Iya, Ibu sakit, kamu ga percaya?” Sandi mulai marah.
“Bukan karna cewe itu yang suruh kamu pulang?”
Sandi diam tidak menjawab apapun
“Kamu kenapa sih duain aku? Kamu kenapa tega sama aku?” Rena bertanya terus menerus, tentunya saat ini perasaan Rena sangat kacau dan sangat tidak karuan.
“Iya aku pulang ke Bandung dan aku pulang karna Ibu aku sakit” jawab Sandi
“Dan juga karna cewe itu yang suruh aku pulang” lanjut Sandi.
Sementara Rena hanya diam mendengar jawaban Sandi.
“Kenapa aku punya pacar lagi itu karna pacaran sama kamu cuma sebatas pegangan tangan, cipika cipiki, udah, kamu ga bisa kasih aku lebih!” jawab Sandi
“Mmm ma maksud… maksud kamu?” tanya Rena gagu, Rena tiba-tiba merasa bibirnya berat untu berbicara.
“Kamu ga bisa kasih apa yang aku mau! Pacaran sama kamu membosankan! Membosankan!” Sandi menegaskan.
Rena seperti disambar petir disiang bolong. “benar apa yang dibilang Cilla” batin Rena
***
“Cilla tunggu” Rena menarik tanganku
“Ada apa Ren? gue mau cuci tangan dulu” jawabku.
“La, ternyata bener kalau sandi Cuma pengen sesuatu dari gue” jawab Rena sedih.
“Tadi gue makan siang bareng sandi, dia sendiri yang ngomong sama gue apa alasan dia punya pacar lagi di Bandung” cerita Rena sambil menahan tangis.
“Lo bener La, apa yang Lo bilang bener, harusnya gue dengerin omongan Lo dari awal” lanjut Rena, kali ini Rena tak bisa menahan airmatanya, Rena menangis.
Lalu Hellen masuk, Hellen yang juga sahabatku. Hellen tak heran melihat Rena menangis karna dari awal Hellen sudah mendengar cerita Rena dari pintu, dia menjadi penunggu pintu. Sengaja berdiri dipintu dan tidak masuk pantry.
“Ya Allah, sabar ya Ren” ujarku menenangkan Rena sambil memeluk Rena dan memberi tissue.
“Cilla tunggu, ini tissue bukan bekas upil lo kan?” tanya Rena curiga
“Oiya ini bekas upil, sorry ya gue lupa. Hahahahaha”
“Sialan lu La, jorok banget sih lu La! gue heran kenapa sih Evan mau sama cewe jorok kaya lu!”
“Hahahaha sialan lu Ren, Evan mau sama gue karna Evan sayang gue, dan udah gue kasih upil juga. Hahahaha……..”
“Oiya Ren, gue sama Hellen sayang sama lo sebagai sahabat. Gue sama Hellen ga mau ngeliat lo terus-terusan galau dan tersakiti karna Sandi, kalo harus putus yaudah. Udah jelas kan alasannya.” Gue sama Hellen sayang sama lo makanya kami selalu mengingatkan lo”
“Lo tu harusnya bersyukur Ren lo belum diapa-apain sama Sandi, belum di macem-macemin sama Sandi. Alhamdulilah akhirnya lo sadar juga Ren” kata Hellen.
“Makasih ya La lo ga pernah bosan ingetin gue, makasih karna lo ga pernah cape tegur gue, makasih ya La, makasih ya Len, gue seneng punya sahabat seperti kalian” kamipun berpelukan.
            Aku hanya bisa menyarankan Rena untuk putus dengan Sandi sebelum Rena tersakiti lebih dalam. Kali ini Rena mendengar omonganku dan rencananya sepulang kerja nanti Rena akan berbicara dengan Sandi untuk mengakhiri hubungan mereka. Aku hanya seorang sahabat untuk Rena, dan sebagai sahabat tentunya aku tak ingin melihat sahabatku sedih. Aku ingin Rena bahagia suatu saat nanti meski tidak dengan Sandi. Gadis polos seperti Rena tak seharusnya mendapat laki-laki busuk macam Sandi. Gadis baik seperti Rena sepantasnya mendapat laki-laki yang baik juga.
Seorang sahabat menaruh kasih pada sahabatnya, tidak lelah mengingatkan, tidak jenuh mendengarkan dan sabar dalam perhatian. Seorang sahabat tidak akan memeluk lalu menusuk dari belakang.
Seorang sahabat mungkin membuat sahabatnya menangis dengan teguran pedas, tapi setelah itu mereka akan tertawa bersama merasakan manisnya persahabatan.
Persahabatan adalah kasih yang indah, mengucapkan dengan perhatian yang lemah lembut, saling mengingat meskipun berpindah jauh diujung bumipun dapat sampai dimana juga.
*** SELESAI ***

Biodata :
Siska Lasria Rumahorbo, tinggal di Jayapura, Papua. Alumni dari Universitas Sultan Ageng Tirtaya di Serang Propinsi Banten jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Lahir di Garoga, Sumatera Utara pada 02 Agustus (tahun rahasia). Menyukai Klub Bola Real Madrid, menyukai Cristiano Ronaldo, dan pemain Jerman Mario Gotze.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar