Pages

Kamis, 12 Maret 2015

Cerpen : Aku Anita


Aku Anita!

“Ciye ciye yang punya kenalan baru. Ehem…” Godaku kepada Silvi.
“Apaan sih Nit, biasa aja ah.” Silvi menjawab malu-malu.
“Ciye, yang SMSan sama Rivan.” Indah ikut menggoda Silvi dan wajah Silvi semakin merah.
Aku, Indah dan Silvi bersahabat sejak awal masuk SMA. Aku dan Silvi masih single (nggak pake parents, jadi kami bukan single parent), sedangkan Indah sudah memiliki pacar, Hendra namanya, yang merupakan kakak tingkat kami dikampus. Silvi sebenarnya saat ini sedang dekat dengan Rivan, tetapi kedekatan mereka hanya lewat SMS saja, sejak pertemuan pertama hingga saat ini mereka belum pernah bertemu lagi, mereka hanya berkomunikasi lewat telepon, mereka hanya SMSan dan telponan.
Perkenalan mereka terjadi saat kami masih menjadi mahasiswa baru dikampus ini. Saat itu, aku, Indah dan Silvi sedang mengikuti ospek universitas, melihat Silvi dan aku sedang dalam kondisi yang tidak fit Indah melapor kepada senior, kepada Hendra. Itu juga sebagai awal Indah berkenalan dengan Hendra. Indah membawa aku dan Silvi keruang perawatan tentunya dibantu dengan Hendra dan Rivan, diruang perawatan aku jaga oleh Indah.
Saat itu aku, Indah dan Silvi berkenalan dengan Hendra dan Rivan, dari awal sudah jelas terlihat bahwa Hendra menyukai Indah dan beberapa lama setelah ospek selesai aku sering melihat Indah dan Hendra bersamaan, baik di kantin, di perpustakaan, pokoknya dimana saja. Indah memang cantik, tak heran senior seperti Hendra menyukainya. Kembali ke awal, aku dan Silvi mengobrol dengan Rivan, kami berkenalan dan Rivan sempat meminta nomor teleponku dan Indah. Ternyata yang sering dihubungi Rivan adalah Silvi, aku tidak heran karena Silvi orangnya sangat mudah akrab dengan orang, bukannya aku tidak bisa akrab dengan orang baru, tetapi Sinta itu lebih atraktif. Kalau dari segi wajah, maaf ya bukannya aku menyombongkan diri, tetapi siapapun tahu aku lebih cantik dari Silvi.
“SMSan melulu, ketemuan dong.” Kataku kepada Silvi.
“Aku takut Nit.”
“Takut kenapa? Takut digigit? Apa takut di telan?” Candaku.
“Takut dicium. Hahahaha……..” Jawab Silvi membalas candaanku.
“Kamu nggak usah takut, Rivan udah jinak dia nggak akan gigit.” Jawab Indah.
“Tau dari mana?” Tanya Silvi.
“Ya dari Hendra dong.”
“Udah ah, jangan ngomongin cowok terus, kerjain nih tugas. Besok giliran kita presentasi.” Aku mengingatkan Indah dan Silvi.
Aku, Indah, dan Silvi sama-sama kuliah di Fakultas Sosial Politik dan sama-sama mengambil jurusan Administrasi Negara. Aku sendiri tidak tahu kenapa aku memilih jurusan ini, dan yang lebih kacau lagi, Indah dan Silvi mengikuti jejakku, dan jawaban mereka jika ditanya alasan mengapa memilih jurusan Administrasi Negara adalah “nyasar”, dengan harapan setelah lulus nanti mereka bisa nyasar ke Istana Negara untuk bekerja sebagai staff negara. Masuk akal nggak sih? Entahlah. Aku tak mau ketularan error oleh mereka.
Aku, Indah dan Silvi masih menyelesaikan tugas kami untuk esok hari namun Hendra datang untuk menjenguk Indah.
“Ndra, kalo lu kesini bawa dong teman lu itu. Lu bawa si Rivan, biar temen gue nggak ngiler liat yang pacaran.” Kata Indah kepada Hendra.
“Ndah, kamu sama pacar sendiri kok bilang “lu-gue” sih?” Tanya Silvi
“Memang ni bocah satu, nggak ada romantis-romantisnya sama pacar.” Jawab Hendra seraya mengacak-acak rambut Indah.
Hendra membiarkan kami mengerjakan tugas hingga selesai, barulah dia “menculik” Indah.
“Gue pinjem Indah ya.” Kata Hendra sambil pamit dan ijin membawa Indah pergi.
“Jagain temen aku, jangan sampe lecet, kalo lecet kamu yang bakal aku siksa.” Jawabku.
Terkadang aku iri kepada Indah, Indah punya pacar ada yang memperhatikan, tidak kesepian, tetapi ya sudahlah, aku tak mau pusing hanya karena masalah laki-laki. Setelah selesai mengerjakan tugas, Silvi beranjak dan masuk ke kamar, seperti biasa dia teleponan dengan Rivan. Sementara aku hanya bisa cakar-cakar tembok sambil nangis di pojokan meratapi nasib jomblo plus nggak punya gebetan. (Please, nggak usah kalian bayangkan tentang aku menangis dipojokan, apalagi sambil garuk-garuk tembok).
“Duh, temen-temenku pada mojok. Yang satu mojok pacaran abis dijemput Hendra, yang satu mojok di kamar sambil teleponan.” Kataku kepada Silvi.
“Kamu juga bisa mojok kok Nit.” Jawab Silvi.
“Iya, aku mojok di dapur sama tikus-tikus.” Jawabku.
“Kamu mojok dikamar mandi aja gih sambil nguras bak.” Jawab Silvi.
“Sialan!” Aku melempar bantal kepada Silvi.
Silvi masih asyik teleponan dengan Rivan, sesekali dia tertawa cekikikan, aku hanya bisa menikmati cekikikannya Silvi sambil menonton TV sambil menghabiskan cemilanku.
“Makan mulu, ntar gembrot tau rasa.” Celetuk Silvi tiba-tiba, namun headset masih terpasang ditelinganya, ku fikir dia sudah selesai mojok padahal dia keluar kamar hanya untuk mengambil minum.
“Udah gendut jangan makan mulu Nit, ntar badan kamu tambah gendut.” Ujar Silvi lagi.
“Aku nggak gendut, aku semok.” Jawabku.
Silvi kembali ke kamar dan melanjutkan acara tendangan pojoknya, maaf maksudku telponan. Terdengar Silvi berkata, “See you. Muach muach.”
What?? Muach? Kiss?? Udah jadiankah Silvi dengan Rivan?
Dengan wajah bahagia Silvi keluar kamar dan memberitahu aku bahwa Rivan esok akan datang ke kost-an kami dan menemui Silvi, Rivan ingin mengajak Silvi jalan.
***
Terdengar ketukan pintu kostan kami, ternyata Hendra yang datang, Hendra datang bersama Rivan. Indah yang membukakan pintu langsung menyuruh mereka masuk dan duduk. Indah menemani Hendra dan Rivan, lalu memanggil Silvi dari ruang tamu, Indah memanggil Silvi memberi tahu bahwa Rivan sudah datang. Dikarenakan aku adalah tipe kawan yang pengertian aku membuatkan minuman untuk tamu kami, untuk Rivan dan Hendra, tentunya dengan berpakaian santai dan sedikit kucel. Aku datang membawa minuman dan menaruhnya di meja, mempersilahkan mereka untuk minum dulu.
“Silvi, lu kok belum siap-siap?” Tanya Rivan.
Karena aku merasa aku bukanlah Silvi aku tak menghiraukan ucapan Rivan.
“Sil, lu kok malah santai bukannya siap-siap? Kemaren kan kita udah janjian, kita mau jalan-jalan.” Kata Rivan lagi, kali ini dia menatapku.
“Silvi lagi dikamar Van, dia lagi siap-siap, tunggu aja ya.” Jawabku.
“What? Lu bukan Silvi? Jadi selama ini gue SMSan, gue telponan bukan sama lu?” Tanya Rivan dengan wajah bingung.
Aku hanya menggeleng.
“Jadi, semalem gue muach muach bukan sama lu?” Tanya Rivan lagi, dan aku hanya menggeleng.
“Lu salah orang Van, dia Anita bukan Silvi. Silvi itu yang satunya lagi.” Terang Indah.
“What? Apaa??” Rivan kaget.
“Jadi selama ini gue komunikasi sama salah orang. Gue fikir Silvi.” Lanjut Rivan.
“Padahal gue sukanya sama lu Nit, gue fikir lu Silvi.”
“Aku Anita, Van.” Jawabku sambil tersenyum.
Sementara Silvi yang entah sejak kapan dia mendengar percakapan ini langsung masuk kamar dan tidak ingin lagi bertemu bahkan berkomunikasi dengan Rivan. Namun karena aku adalah orang yang pengertian dan setia kawan, aku menolak “tembakan” Rivan, aku lebih memikirkan perasaan sahabatku daripada perasaan laki-laki bodoh. Ya, menurutku Rivan itu bodoh, bagaimana bisa dia salah mengenali orang. Aku adalah Anita. Aku bukan Silvi.

*** THE END ***
Tentang Penulis :

Siska L. Rumahorbo. Suka Real Madrid C.F, suka Cristiano Ronaldo (tapi sayang Ronaldonya ga suka Siska), suka Mario Gotze (dan ternyata Mario Gotze juga suka Siska, *dalam mimpinya Siska*). Alumni Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten. Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. FB : Siska Lasria Rumahorbo. Twitter : @kikareky dan @kim289_, LINE : siskalasriarumahorbo. Blog: siskalasriar289.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar