Rena
(Oleh Siska L. Rumahorbo)
“Rena
tunggu!” panggilku sambil menahan tangan Rena
“Kenapa
La?” tanya Rena dengan muka melas.
Aku
mencoba berbicara pada Rena, setelah seharian tadi di kantor aku mencoba untuk
berbicara padanya tetapi dia selalu menghindar. Sekarang jam pulang kerja aku
mencoba berbicara pada Rena. Aku berusaha membuka mata Rena tentang Sandi,
pacarnya yang selalu membuat Rena sedih, galau dan tersakiti. Jujur saja aku
sedih melihat Rena seperti ini, walau aku baru kenal Rena tapi aku tetap
menganggap dia sahabatku, dan tentunya aku ga mau sahabatku ini tersakiti
seperti ini. Sebenarnya dari awal aku tidak suka melihat Rena dekat dengan Sandi, apalagi sejak aku
tahu Rena sudah pacaran dengan Sandi, aku khawatir dengan Rena. Aku takut kalau
gadis polos itu jatuh ketangan laki-laki macam Sandi.
Rena
gadis yang cantik, walau tidak terlalu tinggi tapi kulitnya yang putih bersih
dan wajahnya yang terlihat kalem menambah nilai plus gadis itu. Rena berdarah
Sumatera tepatnya di Palembang, orangtua Rena tinggal di Palembang, sedangkan
dia tinggal di Jakarta bersama adik permpuannya yang masih kuliah. Rena jauh
dari orang tua, orang tua manapun pasti menginginkan anak gadisnya berhati-hati
di tanah rantau, jangan sampai terjadi apa-apa, memiliki anak gadis merupakan hal
yang paling di jaga oleh orang tua manapun, dan aku yakin orang tua Rena pun
ingin agar Rena baik-baik di perantauan, dan pastinya selalu jaga diri.
Randi
pacar Rena, menurutku Sandi tidak terlalu tampan, ya apalagi jika dibanding
dengan Evan kekasihku, Sandi bertubuh kurus, dan tidak terlalu tinggi juga. Aku
tidak tahu sejak kapan dan karna apa Rena bisa dekat dengan Sandi. Dimata semua
orang Sandi mungkin pendiam, tapi tidak menurutku, bukan karna aku pernah ada
masalah dengan Sandi, tapi aku hanya melihat dari wajahnya yang menurutku agak
aneh. Aku mencoba menjelaskan pada Rena laki-laki macam apa Sandi, tapi Rena
tidak mendengarkan aku, dia hanya berkata, Sandi baik-baik, dia tidak pernah
macam-macam, atau bersikap kurang ajar. Yah, menurutku wajar saja jika
awal-awal pacaran seperti itu, tetapi lihat saja beberapa bulan kemudian. Sampai
suatu saat Rena bercerita padaku bahwa Sandi mempunyai pacar lain di Bandung.
“Lo
tau Sandi punya pacar lagi di Bandung, sekarang apa yang lo harapkan Ren? stop
Ren, gue ga mau liat lo seperti ini terus” aku coba berbicara pada Rena.
“Cilla,
gue yakin Sandi pasti berubah dan dia akan sayang sama gue tulus” kata Rena.
Rena
bersikeras mengatakan bahwa Sandi pasti akan berubah, tapi tidak menurutku,
laki-laki macam Sandi tidak akan pernah berubah. Memang dasar kepala batu, Rena
tetap mempertahankan Sandi. Sudah setahun mereka berpacaran dan sudah sangat
sering mereka ribut. Ada saja yang mereka ributkan, dan masalahnya tidak lain
adalah perempuan lain, selalu itu.
Terkadang Rena curhat bahwa setiap
weekend Sandi selalu pulang ke Bandung, alasan Ibunya yang sakit, kadang alasan
Bapanya yang sakit, kadang Kakaknya yang sakit, pokoknya semua keluarganya dia
bilang sakit, seperti weekend ini, Sandi akan pulang ke Bandung lagi.
“Ren, lo sendiri kan yang bilang kalau Sandi
juga udah ngaku kalo di Bandung dia punya pacar lagi. Rena denger ya, ini yang
kesekian kalinya gue ngomong. Lo itu pacar Sandi saat di Jakarta, sedangkan di
Bandung Sandi punya pacar yang lain. kenapa Sandi punya pacar lain karna dia ga
bisa dapet “sesuatu” dari lo” kataku sambil kedua tanganku membuat tanda kutip.
“Ren, lo ga bisa kasih “sesuatu” itu untuk
Sandi, jadi dia cari “sesuatu” itu dari cewe lain. mending putus aja sih
daripada lo sakit hati terus” lanjutku.
“Apa
iya La? Apa karna itu makanya Sandi punya cewe lagi di Bandung untuk dapet yang
dia mau?” tanya Rena dengan wajah sedih, melas, dan hampir menangis.
“Ga
usah cengeng! Udah gede, malu sama umur” kataku sambil memberinya tissue.
Rena
mengambil tissue pemberianku, sepertinya Sandi sudah memanggilnya untuk pulang.
Aku
terus berusaha mengingatkan Rena bahwa Sandi hanya mengincar tubuh Rena, bahkan
keperawanan Rena, akupun terus mengingatkan Rena untuk terus hati-hati dengan
Sandi. Aku tahu laki-laki macam Sandi tidak pernah serius dalam pacaran,
laki-laki macam dia hanya mengincar tubuh perempuan saja, selama dia mendapat
apa yang dia mau dia tidak akan meninggalkan Rena. Aku tidak pernah bosan untuk
mengingatkannya, bukannnya aku ikut campur tapi aku hanya tidak mau jika
nantinya Rena menyesal, jangan sampai gadis polos itu dimanfaatkan oleh Sandi.
“La, gue pulang duluan ya, Sandi udah manggil”
pamit Rena
“Okeh,
hati-hati ya Non” jawabku
“Lo
ga dijemput Evan?”
“Masih
di jalan, paling bentar lagi sampe”
“Yaudah,
gue duluan ya”
“Yupp…
“
Setelah
pamit Rena berjalan keluar pintu gerbang kantor, aku menyusulnya Berjalan menuju
gerbang kantor, menungguu Evan pacarku menjemputku pulang. baguslah, tak sampai
lima menit aku menunggu Evan langsung nongol.
***
Keesokan
harinya saat jam istirahat kerja. Rena makan siang dengan Sandi.
“Sayang,
jadi kamu weekend ini pulang ke Bandung lagi?”
“Iya”
jawab Sandi agak cuek
“Ibu
kamu sakit?”
“Iya,
kalo Ibu ga sakit aku juga ga pulang” masih sedikit cuek.
“Bener
Ibu sakit?”
“Iya,
Ibu sakit, kamu ga percaya?” Sandi mulai marah.
“Bukan
karna cewe itu yang suruh kamu pulang?”
Sandi
diam tidak menjawab apapun
“Kamu
kenapa sih duain aku? Kamu kenapa tega sama aku?” Rena bertanya terus menerus,
tentunya saat ini perasaan Rena sangat kacau dan sangat tidak karuan.
“Iya
aku pulang ke Bandung dan aku pulang karna Ibu aku sakit” jawab Sandi
“Dan
juga karna cewe itu yang suruh aku pulang” lanjut Sandi.
Sementara
Rena hanya diam mendengar jawaban Sandi.
“Kenapa
aku punya pacar lagi itu karna pacaran sama kamu cuma sebatas pegangan tangan,
cipika cipiki, udah, kamu ga bisa kasih aku lebih!” jawab Sandi
“Mmm
ma maksud… maksud kamu?” tanya Rena gagu, Rena tiba-tiba merasa bibirnya berat
untu berbicara.
“Kamu
ga bisa kasih apa yang aku mau! Pacaran sama kamu membosankan! Membosankan!” Sandi
menegaskan.
Rena
seperti disambar petir disiang bolong. “benar apa yang dibilang Cilla” batin
Rena
***
“Cilla
tunggu” Rena menarik tanganku
“Ada
apa Ren? gue mau cuci tangan dulu” jawabku.
“La,
ternyata bener kalau sandi Cuma pengen sesuatu dari gue” jawab Rena sedih.
“Tadi
gue makan siang bareng sandi, dia sendiri yang ngomong sama gue apa alasan dia
punya pacar lagi di Bandung” cerita Rena sambil menahan tangis.
“Lo
bener La, apa yang Lo bilang bener, harusnya gue dengerin omongan Lo dari awal”
lanjut Rena, kali ini Rena tak bisa menahan airmatanya, Rena menangis.
Lalu
Hellen masuk, Hellen yang juga sahabatku. Hellen tak heran melihat Rena
menangis karna dari awal Hellen sudah mendengar cerita Rena dari pintu, dia
menjadi penunggu pintu. Sengaja berdiri dipintu dan tidak masuk pantry.
“Ya
Allah, sabar ya Ren” ujarku menenangkan Rena sambil memeluk Rena dan memberi
tissue.
“Cilla
tunggu, ini tissue bukan bekas upil lo kan?” tanya Rena curiga
“Oiya
ini bekas upil, sorry ya gue lupa. Hahahahaha”
“Sialan
lu La, jorok banget sih lu La! gue heran kenapa sih Evan mau sama cewe jorok
kaya lu!”
“Hahahaha
sialan lu Ren, Evan mau sama gue karna Evan sayang gue, dan udah gue kasih upil
juga. Hahahaha……..”
“Oiya
Ren, gue sama Hellen sayang sama lo sebagai sahabat. Gue sama Hellen ga mau
ngeliat lo terus-terusan galau dan tersakiti karna Sandi, kalo harus putus
yaudah. Udah jelas kan alasannya.” Gue sama Hellen sayang sama lo makanya kami
selalu mengingatkan lo”
“Lo
tu harusnya bersyukur Ren lo belum diapa-apain sama Sandi, belum di
macem-macemin sama Sandi. Alhamdulilah akhirnya lo sadar juga Ren” kata Hellen.
“Makasih
ya La lo ga pernah bosan ingetin gue, makasih karna lo ga pernah cape tegur
gue, makasih ya La, makasih ya Len, gue seneng punya sahabat seperti kalian” kamipun
berpelukan.
Aku
hanya bisa menyarankan Rena untuk putus dengan Sandi sebelum Rena tersakiti
lebih dalam. Kali ini Rena mendengar omonganku dan rencananya sepulang kerja
nanti Rena akan berbicara dengan Sandi untuk mengakhiri hubungan mereka. Aku
hanya seorang sahabat untuk Rena, dan sebagai sahabat tentunya aku tak ingin
melihat sahabatku sedih. Aku ingin Rena bahagia suatu saat nanti meski tidak
dengan Sandi. Gadis polos seperti Rena tak seharusnya mendapat laki-laki busuk
macam Sandi. Gadis baik seperti Rena sepantasnya mendapat laki-laki yang baik
juga.
Seorang
sahabat menaruh kasih pada sahabatnya, tidak lelah mengingatkan, tidak jenuh
mendengarkan dan sabar dalam perhatian. Seorang sahabat tidak akan memeluk lalu
menusuk dari belakang.
Seorang
sahabat mungkin membuat sahabatnya menangis dengan teguran pedas, tapi setelah
itu mereka akan tertawa bersama merasakan manisnya persahabatan.
Persahabatan
adalah kasih yang indah, mengucapkan dengan perhatian yang lemah lembut, saling
mengingat meskipun berpindah jauh diujung bumipun dapat sampai dimana juga.
*** SELESAI ***
Biodata :
Siska
Lasria Rumahorbo, tinggal di Jayapura, Papua. Alumni dari Universitas Sultan
Ageng Tirtaya di Serang Propinsi Banten jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Lahir
di Garoga, Sumatera Utara pada 02 Agustus (tahun rahasia). Menyukai Klub Bola
Real Madrid, menyukai Cristiano Ronaldo, dan pemain Jerman Mario Gotze.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar