Duniaku
Aku
begitu merindukan tempat ini juga orang-orang yang ada di dalamnya. Rindu akan
putra sulung yang sekarang sudah tumbuh semakin dewasa. Tahun ini ia akan masuk
sekolah dengan tingkat pendidikan dan seragam sekolah yang baru. Si tampan akan
mengenakan seragam putih abu-abu dan akan melepaskan seragam putih birunya. Si
tampan kesayanganku tubuhnya tinggi tegap, badannya atletis jauh berbeda dengan
ayahnya yang lumayan semok dan pendek.
Aku
bahagia bisa melihat putra tampanku tertidur pulas. Sesekali ku usap kepalanya
dan ku kecup kening dan kedua pipinya sebagai penghantar tidurnya. “Selamat
bobo kesayangan Mama.” Bisikku di telinganya.
Aku
berlalu dari kamar Awan dan melangkahkan kaki ke kamar Asti, putri cantikku. Si
cantik juga akan menggunakan seragam baru, dan akan meninggalkan baju merah
putihnya. Bahagianya mengetahui mereka masuk sekolah unggulan di kota ini,
tidak seperti Mamanya yang dulu harus puas masuk sekolah swasta.
“Selamat
istirahat putri kesayangan Mama. Mimpi indah ya sayang. Mama sayang Asti.” Bisikku
pada Asti sambil ku benahi selimut yang menutupi tubuhnya.
***
Suamiku, sudah berulang kali
kata-kata teguran ku lontarkan padanya, namun ia tak juga berubah. Entah apa
yang membuat ia kini menjadi orang yang sangat berbeda jauh dari yang ku kenal
sebelumnya. Ia kini menjadi sombong, congkak. Perusahaan yang kami dirikan
belasan tahun lalu kini mulai maju dan berkembang, sedikit demi sedikit
menunjukkan kemajuan dan secara pelan namun pasti perusahaan kami membuka
cabang di beberapa kota. Hidup kami mulai tercukupi dan tabungan untuk
pendidikan masa depan putra dan putri kami sudah lebih dari cukup.
“Pa,
jika memberikan sumbangan untuk yang kurang mampu tak perlu dibesar-besarkan,
tak perlu diumbar hingga banyak orang yang tahu. Cukup Papa dan Allah saja yang
tahu.” Walau sebenarnya perkataanku tak akan dihiraukannya namun aku tak pernah
lelah untuk mengingatkan suamiku.
“Mama
jangan berisik! Sudah untung Papa mau membantu mereka!” Lagi-lagi hanya
bentakan yang kudapat darinya.
Aku
selalu memohon pada Allah supaya suamiku diarahkan ke jalan yang benar dan
disadarkan dari sifat dan perbuatannya yang kurang baik itu. Tidak hanya kasar
kepadaku, Anton juga kasar pada kedua anak kami dan selalu memaksakan
kehendaknya. Ia selalu memaksa Awan untuk rajin berolah raga agar Awan bisa
menjadi pemain bola terkenal, pergi ke luar negeri dan membuat bangga keluarga.
Karena keinginannya itu ia akan memasukkan Awan ke sekolah terbaik dalam
prestasi olah raga khususnya sepak bola.
Anton
juga memaksa Asti untuk sekolah musik karena ia ingin Asti menjadi penyanyi dan
artis populer di negeri ini. Asti pernah mengeluh padaku bahwa ia kurang suka
menjadi penyanyi, namun kuberi pengertian padanya bahwa apa yang diinginkan
Papanya adalah yang terbaik untuk masa depannya. Ku peluk Asti dengan kuat dank
u hapuskan airmatanya.
***
Hari
ini adalah hari kedua untukku melakukan kemoterapi. Penyakit yang menggerogoti tubuhku
kini semakin ganas, bahkan aku sering pingsan dibuatnya. Dokter terbaik di kota
ini tidak bisa lagi menangani penyakit ini, bahkan dokter menyarankanku untuk
berobat ke luar negeri. Mau tidak mau aku harus jalani ini semua dan harus
sehat kembali untuk buah hati tersayang. Aku tak ingin pergi meninggalkan
mereka dengan cepat.
Pulang
dari luar negeri setelah pengobatan dan menjalani kemoterapi, aku dijemput
supirku dan langsung mengantarkanku pulang ke rumah. Seperti biasa, rumah ini
sepi, hanya ada beberapa pekerja yang mengurus rumah ini. Awan pasti belum
pulang sekolah, dan Astipun demikian. Suamiku, jangan ditanya, ia pasti sibuk
mengurus perusahaan yang baru buka cabang di luar kota.
Aku
menyiapkan makanan untuk anak-anakku jika mereka sudah pulang nanti, ku
jatuhkan tubuhku di sofa yang tak jauh dari ruang makan, ku ambil sebuah
majalah untuk mengisi waktu luangku.
“Mama???”
Panggilan
Asti mengagetkanku, ia berlari menghampiriku dan memeluk tubuh yang sudah
sangat lemah ini. Ku peluk Asti dengan sangat erat. Aku begitu merindukan anak-anakku
karena cukup lama tak bertemu dengan mereka.
“Mama
kok nggak kasih kabar sama Asti kalau mau pulang?” sesaat Asti melepaskan
pelukannya dan menatapku. Kujelaskan padanya bahwa aku ingin memberi kejutan.
Kupeluk kembali Asti.
***
Perusahaan
suamiku sedang dilanda masalah besar dan serius, dan kini keuangan perusahaan
sudah mulai merosot sedikit demi sedikit. Beberapa hari yang lalu ada
pengurangan jumlah karyawan, dan kemarin ada penyelidikan pada semua pegawai
kantor, karena di perusahaan kami tercium kasus korupsi dan uangnya digelapkan
oleh salah satu karyawan.
Kenapa
harus sekarang masalah ini datang, disaat kondisiku yang sedang sakit dan
membutuhkan banyak biaya disaat itu juga perusahaan kami mulai bangkrut. Aku
telah menjalani beberapa kali kemoterapi, dan itu membuat tubuh ini habis,
tubuh ini sudah seperti atlit, alias antara tulang dan kulit. Kemo itu membuat
rambutku rontok dan kepalaku sudah mulai botak.
***
Hanya
rumah ini yang dimiliki suami dan anak-anakku sekarang. Selepas dari kamar Awan
dan Asti aku memasuki kamarku. Suamiku tertidur, namun raut wajahnya tak lepas
dari kegelisahan. “Semoga dengan kejadian ini kamu sadar, Pa. Ini adalah
teguran Allah supaya kamu tidak sombong.”
Aku
masih ingin berlama-lama disini, melihat suami dan anak-anakku. Namun cahaya
putih itu mengingatkan untuk segera kembali ke tempat yang seharusnya aku tinggali,
rumah baruku. Rumah ini, dunia ini sudah bukan rumahku, sudah bukan duniaku.
Cahaya putih itu memanggilku, “Monica, pulanglah.”
*** SELESAI ***
Siska L. Rumahorbo. Alumni Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa Banten, tinggal di Merak, Banten. Penggila Cristiano Ronaldo
dan menyukai Real Madrid C.F, pencinta Mario Gotze. Bisa disapa di twitter
@kikareky dan @kim289_ , FB/FP Kim Angella Fortune, blognya siskalasriar289.blogspot.com
dan google.com/+SiskaLasriaRumahorbo020889.
Bisa dihubungi via email di kikacantikcettarmembahana@gmail.com atau
LINE di : siskalasriarumahorbo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar