Harus
Gimana?
(Oleh : Kim
Angella Fortune a.k.a Siska L. Rumahorbo)
Citra masih memandangi bukunya dan sesekali dahinya
mengernyit melihat soal yang tertera di buku paketnya. Tangan kanannya masih
memegang pensil dan mencorat-coret kertas kosong sementara tangan kirinya
digunakan sebagai peyandar kepalanya.
“Minum dulu nih, biar fresh.” Raya menyodorkan minuman pada Citra. Ia duduk manis dengan
melipat kedua kakinya dan meneguk minuman yang diberikan Raya.
Saat ini Citra tidak berkonsentrasi pada tugas
sekolahnya, tugas matematika itu memang cukup sulit, namun bagi seorang Citra
tak ada kata sulit untuk pelajaran itu karena ia sangat mencintai matematika,
tetapi sayang matematika tidak mencintai Citra.
“Pasti lagi galau deh.” Tebak Raya. Citra hanya
mengangguk sebagai jawaban “iya”. Fikiran Raya saat ini, pasti Citra putus lagi
dengan Simon. Pasti. Apalagi yang membuat Citra galau kalau bukan Simon,
pacarnya yang tengil, konyol dan agak pe’ak.
Citra dan Simon sudah sering “putus nyambung”. Pernah
mereka putus karena Simon yang selingkuh dengan adik kelas mereka. Saat Citra
meminta alasan pada Simon, dengan wajah tanpa dosa Simon menjawab, “Maya bodynya lebih montok dari kamu, size dadanya sebelas dua belas kayak
Jupe, kalau peluk Maya itu enak.”
Citra menceritakan itu semua pada Raya, sementara Raya
hanya terbahak-bahak mendengar curhatan sahabatnya itu. Namun tak lama
perselingkuhan itu terbongkar Simon mengajak Citra pacaran lagi karena Maya itu
cantik-cantik tapi bau ketek dan kalau makan sukanya jengkol. Simon juga
mengakui bahwa ia hanya mencintai Citra.
“Galau kenapa? Karena Simon?” Raya coba menebak dan
lagi-lagi hanya anggukan kepala yang didapat sebagai jawabannya.
“Simon selingkuh lagi?” Raya masih mencoba menebak, kali
ini Citra menggelengkan kepalanya. Mata Raya menyipit, dahinya mengernyit tanda
ia masih penasaran tentang apa yang membuat sahabatnya itu galau.
Akhirnya Citra bercerita pada Raya bahwa seminggu yang
lalu Simon melakukan modus pada ibu muda. Memang Citra pernah berkata pada
Simon bahwa jadi cowok itu harus rela menolong siapa saja tanpa pamrih dan
tanpa memandang siapapun yang ditolong. Pada saat itu Simon mengunjungi Citra
yang sedang sakit, mereka bersantai di teras rumah, lalu di depan mereka ada
seorang ibu muda yang sedang memberi ASI pada bayinya, bayinya rewel dan terus
menangis hingga ASInya belepotan kemana-mana, ke mulut bayi, ke baju si ibu dan
pasti di dada si ibu.
Saat itu dengan sigap Simon langsung menghampiri ibu
itu dan menawarkan pertolongan, Simon menggendong bayi lucu itu, kemudian
membantu ibu itu untuk membersihkan ASI yang belepotan, Simon mengelap baju ibu
itu dan saat Simon ingin mengelap bagian yang lain tiba-tiba telinga Simon
ditarik oleh Citra. Simon kesakitan dan memberikan bayi itu pada ibunya. Kalian
pasti paham apa itu “bagian yang lain.”
Saat itu Citra marah-marah seperti radio rusak yang
terus berbunyi tanpa henti, tanpa jeda, tanpa iklan. Citra yang saat itu sedang
sakit sim salabim langsung sembuh setelah kejadian itu. Citra benar-benar kesal
pada Simon.
Raya tertawa mendengar cerita Citra dan Citra
melanjutkan ceritanya. Ia pernah berkata pada Simon bahwa jadi cowok harus
pintar mencari uang jika sudah lulus sekolah dan bekerja nantinya. Namun saat
itu Simon berkata bahwa ia sudah bisa mencari uang. Perkataan itu ia buktikan
pada Citra.
“Aku sudah bisa cari uang, nih aku tadi cari uang di
bis. Aku rogoh-rogoh kantong celana bapak-bapak, aku juga rogoh-rogoh tas
ibu-ibu, tas mbak-mbak, hasilnya aku dapat banyak duit. Aku bisa kan cari uang?”
Ucap Simon dengan bahagia.
“Kamu ngapain? Kamu copet?” Mata Citra terbelalak
mendengar ucapan Simon.
Raya yang setia mendengarkan curhatan sahabatnya itu
tak henti-hentinya tertawa mendengar cerita Citra. Konyol, seperti itulah
kelakuan Simon. Citra melempar bantal guling kearah Raya agar sahabatnya itu
berhenti tertawa, namun upayanya tak berhasil, Raya masih menikmati sakit
perutnya karena terus-terusan tertawa.
“Punya pacar dodol plus pe’ak, sakitnya tuh disini.”
Citra menunjuk dada Raya.
“Loh? Kok aku? Kamu sakit?” Raya menaruh jari telunjuk
dengan posisi miring di dahinya.
“Sakitnya disini, Ray.” Ulang Citra sambil manyun,
kali ini tidak salah tunjuk.
***
“Citra, aku harus seperti apa sih? Kamu bilang jadi cowok
harus menolong siapapun, tapi ingat kejadian kemarin? Kamu malah marah-marah
nggak jelas. Kamu juga bilang jadi cowok harus berani. Waktu itu aku mau
tonjok-tonjokkan sama Papa kamu karena Papa kamu larang kita pacaran, tapi apa?
Aku salah di mata kamu!”
“Simon!”
“Apa? Aku memang serba salah kan? Kamu ingat waktu itu
kamu bilang kalau harus menyanyangi keluargamu. Aku sayang Mama dan Papa kamu,
aku juga sayang sama Kakak kamu yang bohay, aku sayang sama adik kamu yang
seksi, tapi kamu malah cemberut dan minta putus! Aku harus gimana, Cit? Gimana?”
“Sim…”
“Stop! Kamu tahu sakitnya aku yang selalu salah di
mata kamu, Cit? Sakitnya tuh disini, Cit.” Dengan wajah tengil Simon menunjuk
dada Citra dan Citra langsung menepis, mengarahkan tangan cowok itu ke kepalanya
sambil berkata, “Otak lo sakit!”.
***
Citra menghempaskan tubuhnya di kasur, sudah sesore
ini namun Citra masih betah berlama-lama di rumah sahabatnya itu lagipula tugas
matematika belum selesai. Raya kemudian menjatuhkan tubuhnya di samping Citra.
“Ray, aku harus gimana?” Citra menatap langit-langit
tetapi tatapannya kosong.
Fikiran Citra menerawang jauh terbang melintasi awan
seperti lagunya Band Raja. Simon pernah bilang kalau cewek harus pintar dandan,
sewaktu malam minggu mereka kencan dan Citra sudah berusaha dandan namun Simon
malah bilang Citra seperti ondel-ondel. Sebentar Citra tersenyum mengingat itu,
setelah difikir-fikir mungkin benar, saat itu dandanan Citra memang menor,
pipinya merah seperti ditonjok.
Masih mengingat kata-kata Simon, cowok itu pernah
bilang bahwa jadi cewek harus murah senyum, dan ketika mereka makan di kantin
sekolah Citra tersenyum pada penjual bakso tapi Simon marah-marah dan bilang
kalau Citra genit, ganjen dan tebar pesona. Tuh kan, salah lagi.
Citra selalu menceritakan semua kekesalannya pada
Raya, tentang dia yang selalu salah di mata Simon, namun Citra juga curhat pada
sahabatnya itu jika Simonpun merasakan hal yang sama, Simon merasa selalu salah
di mata Citra.
“Kalian berdua itu error!
Nggak kamu, nggak Simon. Sama-sama miring!” Umpat Raya dan lagi jari
telunjuknya miring dan mendarat di dahinya.
“Terus? Aku harus gimana, Ray?”
“Kalian perlu bicara pelan-pelan, baik-baik.”
***
Citra sudah bersama dengan Simon saat jam pulang
sekolah. Citra ingin menyelesaikan masalah yang menurutnya penting tak penting
itu. Simon yang selalu salah di mata Citra dan juga sebaliknya. Tak hanya itu,
Simon juga sering menuntut perhatian dari Citra dan sering protes dengan
mengatakan bahwa Citra tak pernah memberi perhatian padanya.
“Aku sudah sering bilang sama kamu, jangan terlalu
cuek, tolong perhatian sama aku. Kamu tuh nggak perhatian banget!” Ucap Simon.
“Siapa bilang aku nggak perhatian? aku perhatian kok. Aku
sering sms dan telepon mantanku, dia bilang aku perhatian. Lalu aku kurang
perhatian gimana lagi?”
“Apa? Jadi kamu masih berhubungan sama mantan pacar kamu?
Kamu mikir nggak sih, kamu nyakitin aku? Sakitnya disini, Cit!” Ucap Simon dengan
nada keras.
“Aku cuma mau membela diri kalau aku ini perhatian,
jadi kamu jangan protes!”
“Cukup! Pokoknya aku mau putus!” Tegas Simon sambil
meninggalkan Citra.
“Lha? Trus aku
kudu piye? Jomblo maning?” Ucap Citra sambil tertunduk lesu.
*** SELESAI ***
Data diri :
Kim Angella Fortune memiliki nama asli Siska L. Rumahorbo, anak pertama dari empat bersaudara. Menyukai klub Real Madrid C.F,
penggila Cristiano Ronaldo dan Mario Gotze. Sewaktu membuat cerpen ini Tinggal
di kota Cilegon, Banten. Bisa dihubungi di nomor 081280228820, facebook Kim
Angella Fortune dan twitter @kim289_ dan @kikareky, instagram @kikareky. LINE :
siskalasriarumahorbo Bisa intip blognya di http://siskalasriar289.blogspot.com
Foto asli dari alam, tanpa bahan pengawet dan pemanis buatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar