Dear,
Roby
(Oleh
Siska L. Rumahorbo)
Sudah
hampir sebulan Roby tidak menghubungi aku, apakah dia segitu sibuknya dengan
pekerjaan barunya sekarang? Apakah Roby sibuk dengan bisnis barunya? Beberapa
bulan yang lalu Roby mencoba usaha baru di bidang konveksi, dan sebulan
terakhir kabar yang aku dengar darinya bahwa usaha konveksinya mulai berkembang
sedikit demi sedikit. Namun sejak saat itu Roby kelihatan mulai aneh. Seminggu
pertama aku fikir Roby sibuk menerima orderan, pengiriman barang dan lain-lain
sehingga aku maklum jika dia tidak membalas SMSku bahkan tidak mengangkat
teleponku, tetapi apakah tidak bisa malam harinya dia memberi kabar, sebelum
tidur, sekedar mengucapkan selamat malam, selamat beristirahat. Aku bisa
mengerti jika seharian Roby sangat sibuk namun aku berharap sedikit saja Roby
ingat padaku. Aku mengambil ponselku dan mengirim pesan singkat kepada Roby,
sekedar mengingatkan untuk jangan lupa makan.
“Selly,
laporan yang saya minta kemarin sudah selesai kamu kerjakan?” Boss ku tiba-tiba
datang dan menagih laporan yang beliau perintahkan kemarin, tentu saja aku
kaget dengan Boss yang tiba-tiba ada didepanku.
“Sedikit
lagi selesai Bu.” Dustaku pada Boss. Maafkan aku Boss, aku terpaksa berbohong,
padahal laporan itu sama sekali belum aku kerjakan. Aku berpura-pura sedang
sibuk, berpura-pura sedang menyelesaikan laporanku, padahal laporan itu sedikitpun
belum aku jamah.
“Kalau
bisa cepat ya Sel.”
“Siap
laksanakan Bu.” Jawabku sambil memberikan senyum terbaikku untuk Bossku ini.
Aku mulai membuat laporan yang diminta oleh Bossku, buru-buru ku buat laporan
agar beliau tidak kecewa pada kinerjaku, dan tentunya tidak memecat aku.
Sebenarnya Bossku ini bukan tipe Boss yang galak, beliau sangat baik dan
bijaksana. Sebelum jam istirahat aku sudah menyelesaikan laporanku dan
menyerahkannya pada Bossku.
“Selly,
makan siang bareng yok.” Ajak Raya sahabatku.
“Ayo.”
Aku mengiyakan ajakkannya.
***
Saat makan siangpun pikiranku masih tertuju pada Roby, aku berani taruhan, seluruh wanita di jagat raya ini pasti akan uring-uringan jika pacarnya tidak ada kabar, bahkan tidak bisa dihubungi, bukan sehari-dua hari, bukan seminggu-dua minggu, tapi ini sudah sebulan! Sudah sebulan Roby tidak ada kabar, SMSku tidak di balas, dan teleponku tidak dijawab. Apa yang sebenarnya terjadi pada Roby? Apa dia sudah memiliki penggantiku di Jakarta? Fikiranku mulai tidak beres, mulai berfikir yang aneh-aneh. Aku mengambil handphone ku dan mencoba menghubungi Roby, namun hasilnya nihil, Roby tidak menjawab teleponku. Aku tinggal dan bekerja di Karawang, di salah satu perusahaan elektronik.
“Ya
Tuhan, tolong lindungi Roby dimanapun dia berada, kemanapun diapun pergi, dan
apapun yang dia lakukan. Jauhkanlah dia dari kejahatan, dari pengkhianatan, dan
perbuatan yang tidak aku inginkan.” Doaku dalam hati.
“Selly,
Lu makan dong jangan diliatin terus makanannya.” Raya mengingatkanku.
“Iya
Ray.” Jawabku sambil senyum.
“Roby
masih ga ada kabar?” Tanya Raya.
Aku
hanya bisa mengangguk tanda meng”iya”kan pertanyaan Raya tadi.
“Yang
sabar ya Sel, positive thinking aja kalau Roby pasti sibuk sama kerjaannya.”
Kata Raya mencoba menenangkan batinku.
Hanya
Raya yang tahu kondisiku saat ini karena hanya Raya yang bisa aku percaya
dikantor ini. Aku sudah tahu semua watak penghuni kantor, makanya aku tidak
salah dalam memilih Raya sebagai tempat curahan hati dan perasaanku, Raya baik,
sangat baik, dia orangnya tulus dalam berteman, dan tidak memandang golongan
dalam berteman apalagi melihat materi. Tidak, Raya tidak seperti itu, walaupun
beberapa orang dikantor banyak yang seperti itu, memandang materi dalam
bergaul, namun ku akui Raya ini tidak sombong walaupun dia berasal dari
keluarga mampu.
***
Aku
mencoba menghubungi Bang Juna rekan kerja Roby, basa-basi bertanya kabar pada
Bang Juna, bertanya kabar Kak July istri Bang Juna karena akupun sudah kenal
baik dan cukup akrab dengan Bang Juna dan juga Kak July, basa-basi bertanya
tentang kabar dan pekerjaan mereka akhirnya aku bertanya juga tentang kabar
Roby, Bang Juna hanya menjawab bahwa Roby memang sibuk dengan bisnis
konveksinya, akupun sedikit bercerita tentang Roby yang mulai berubah, dia
tidak pernah membalas SMSku, tidak menjawab teleponku, bahkan sebelum ini semua
terjadi Roby menuduhku yang tidak-tidak. Roby menuduhku tidak setia, punya
pacar lain, berkhianat dan segala macam tuduhan dia arahkan kepadaku, dia
berkata dia mulai tidak senang dengan aku yang terlalu protektif, padahal aku
tidak pernah terlalu mengekang dia. Semua itu aku ceritakan kepada Bang Juna, namun
lagi-lagi Bang Juna hanya mengatakan bahwa Roby sibuk, sibuk, dan sibuk. Aku
hanya bisa berdoa agar Roby baik-baik saja dimanapun dia berada, kemanapun dia
pergi, dan apapun yang dia lakukan.
Aku
mencoba membuka Media Sosial, aku mencari akun Roby, tidak ada. Aku tidak
menemukan akun Roby, aku membuka pesan mencoba melihat chat yang pernah ada,
namun nama Roby berwarna hitam. Aku di blokir atau dia tutup akun. Sayang seribu sayang aku tidak tahu email dan
password Roby sehingga aku tidak bisa log-in akun Roby karena dari awal kami
sepakat untuk tidak perlu memberitahu alamat email dan password, kami cukup
saling percaya saja.
***
Malam ini aku menginap ke kost-an Raya, sepulang
dari kantor tadi aku pulang bersama Raya menuju kost-an Raya dan kebetulan
besok adalah hari sabtu. Aku tidak ingin sendiri di kost-anku dan ditemani
kegalauan. Aku berharap Raya bisa menemaniku. Saat sedang bersama Raya handphoneku
berbunyi aku segera mengambilnya dengan semangat dan sangat berharap jika itu
adalah dari Roby. Namun harapanku salah.
“Halo,
Selly. Apa kabar?” Suara dari seberang sana, suara Mas Putra, yang salah satu
teman nongkrong Roby.
“Baik
Mas, Mas Putra gimana kabarnya?” Tanyaku basa-basi.
“Gue
juga baik Sel.”
“Tumben
Mas, ada apa? Oiya, Roby apa kabar?”
“Loh,
kok lu tanya gue Sel? Kan lu pacarnya.”
“Gue
pacarnya, tapi kan lu temen nongkrongnya yang deket sama dia.”
“Bisa
aja lu.”
“Roby
udah sebulan ga ada kabar Mas.” Aku mulai curhat.
Mas
Putra kaget, jelas saja dia kaget, apalagi saat kukatakan bahwa Roby tidak
pernah membalas SMSku, tidak menjawab teleponku, dan akun dia berwarna hitam.
Mas Putra nampaknya tidak percaya dan mengatakan bahwa Roby masih sering update
status bahkan upload foto bersama wanita. Aku masih positive thinking, mungkin
saja itu saudara sepupunya.
“Lu
ga bercanda kan Sel? Lu bener? Lu udah sebulan lost contact dengan Roby?” Mas
Putra masih tidak percaya.
“Serius
Mas, untuk apa gue bohong.”
“Padahal
tadinya gue mau kasih ucapan selamat buat lu Sel.”
“Selamat
untuk apa Mas?”
“Selamat
untuk pernikahan kalian.” Jawab Mas Putra dengan santainya.
“Tu
tuu tunggu Mas, maksudnya apa? Pernikahan? Selamat? Gue?” Aku bingung. Aku sama
sekali tidak mengerti dan tidak bisa memahami maksud ucapan Mas Putra. Jujur
saat ini dikepalaku banyak sekali pertanyaan.
“Iya,
selamat buat pernikahan lu sama Roby, minggu besok kan?” Kata Mas Putra lagi.
“Gue,
gue, gue masih ngga ngerti Mas. Pernikahan? Gue? Roby?” Aku seperti orang
bodoh. Fikiranku masih tidak bisa menerima, mencerna, dan memproses ucapan Mas
Putra. Kepalaku mulai pusing, jantungku mulai berdegup kencang, perasaanku
mulai tidak enak.
Raya
yang mendengar ucapanku langsung menghampiriku, menatapku dengan heran dan
ingin tahu apa yang terjadi. Raya kini berada disampingku.
“Mas,
aku sama Roby sudah sebulan tidak ada komunikasi, bahkan kami belum ada rencana
menikah, kami belum pernah membahas tentang pernikahan. Sekarang tiba-tiba Mas
Putra bilang Roby menikah hari minggu depan.” Jujur perasaanku mulai tidak
karuan, fikirankupun demikian, dan aku langsung berfikir tentang perempuan yang
ada difoto itu. Seluruh badanku benar-benar lemas.
Mataku
panas, kurasa mataku mengeluarkan air dan mengalirlah butiran bening itu
dipipiku, aku buru-buru menyeka airmataku, aku tidak ingin Raya tahu bahwa aku
menangis. Untuk meyakinkan tentang foto itu, Mas Putra memberikan akunnya
kepadaku supaya aku bisa melihat akun Roby. Ternyata Raya sudah melihatku mulai
menangis dan Raya memberikan aku tissue, Raya terdiam, tidak berbicara apapun,
Raya tidak berani berbicara kepadaku saat keadaanku seperti ini. Aku segera
login, dan kepalaku seperti dipukul benda keras, sangat keras. Aku benar-benar
tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Roby, wanita itu. Badanku benar-benar
lemas, kepalaku benar-benar berat, aku rasa ingin pingsan tapi seperti
tertahan. Aku melihat foto yang lain. Oh no! Ada foto Roby dengan wanita itu,
bahkan bukan hanya dengan wanita itu, ada beberapa orang di foto itu dan itu
adalah Bang Juna dan Kak July! Aku kembali menangis.
“Pengkhianat!”
Tangisanku
pecah, aku serasa ingin menjerit, dadaku sesak, kepalaku pusing. Melihat
keadaanku seperti ini Raya langsung memelukku.
“Pengkhianat!”
Aku mengumpat lagi.
“Rayaaa………”
Aku menangis histeris, aku tidak bisa lagi menahan tangisku.
“Ray.
Ternyata ini alasannya, ternyata wanita ini, ternyata inilah jawaban dari semua
kegalauan gue selama ini. Ternyata ini jawaban dari setiap kekhawatiran gue,
ternyata ini. Pengkhianatan ini. Bahkan dia udah mau nikah Ray. Setidaknya dia
kasih kabar ke gue, kalaupun dia hubungi gue bilang mau nikah gitu. Ini sama
sekali ga ada kabar. Setidaknya minta maaf gitu, ini ngga ada sama sekali.” Aku
terus mengoceh, dengan suara terbata-bata dan dengan isak tangis, dengan
airmata yang terus berjatuhan, denga rasa sesak yang ada dalam dada.
Raya
masih memelukku.
“Ray.
Sakit Ray! Terlalu sakit!” Aku masih menangis, dengan suara terbata-bata aku
bicara pada Raya.
“Gue
ga menyangka, gue benar-benar ga menyangka dengan apa yang gue lihat Ray. Bang
Juna, yang selama ini baik sama gue, begitu perduli sama gue ternyata tahu
bahwa Roby ada wanita lain, itu sudah jelas dengan adanya foto itu, begitu juga
Kak July, Kak July yang menjadi tempat curhat gue, tempat gue berkeluh kesah,
ternyata…. Mereka semua pengkhianat.” Aku masih menangis dan Raya masih
memelukku, menenangkan aku.
Mereka
yang disebut teman ternyata menyembunyikan kabar tentang Roby. Aku tidak kuat
menghadapi semua ini. Airmataku masih belum berhenti, aku masih terus menangis,
matakupun panas. Dadaku rasanya sesak, aku merasa tak sanggup bernafas saking
sesaknya.
Aku
masih menangis dalam pelukan Raya. Dalam keadaan seperti ini cuma sahabatku ini
yang bisa menenangkan aku. Sempat ku lihat Raya menangis, aku melepaskan
pelukanku dari Raya, wanita manis ini benar-benar menangis, aku tahu dia pasti
merasakan yang saat ini aku rasakan.
“Gue
ga bisa bilang apa-apa Sel. Sabar ya Sel, mungkin dia bukan jodoh lu.” Benar,
Raya memang ikut menangis dengan keadaanku sekarang.
Roby,
inikah balasanmu untukku? Dari sejuta harapku menunggumu kau hancurkan dengan
kepergianmu. Dari sejuta keindahan yang ku hadirkan, namun kau hancurkan dengan
tangisan. Dari sejuta cinta yang aku berikan, kau balas dengan kebencian. Dari
sejuta kesetiaan yang aku berikan, kau balas dengan keraguan. Dan dari
ketulusan yang aku berikan, kau nodai dengan pengkhianatan.
Aku
menghubungi Mas Putra dan minta tolong untuk menyampaikan tulisanku untuk Roby.
Dear Roby,
Ingatkah kau tentang kita
Meniti cinta dalam suka dan duka
Tentang kita yang pernah bersama
Dalam satu ikatan cinta
Beribu tawa yang aku berikan
Kau balas dengan tangisan
Berjuta kebahagiaan yang ku hadirkan
Kau datang dengan pengkhianatan
Untuk cinta yang pernah menggebu
Untuk kasih yang kuberikan tulus
Untuk sayang yang selama ini hidup
Untukmu yang mengkhianatiku
Ku lepas kau dengan tangis
Ku lepas kau dengan hati yang juga menangis
Selamat atas pernikahanmu, semoga berbahagia.
With Love,
Selly Marcellya
*** SELESAI ***
Biodata :
Siska Lasria
Rumahorbo, anak pertama dari empat bersaudara. Menyukai klub Real Madrid C.F,
penggila Cristiano Ronaldo dan Mario Gotze. Sewaktu membuat cerpen ini Tinggal
di kota Cilegon, Banten. Bisa dihubungi via WhatsApp di 081280228820, facebook Siska Lasria Rumahorbo, twitter @kim289_ dan @kikareky, instagram @kikareky. LINE :
siskalasriarumahorbo Bisa intip blognya di http://siskalasriar289.blogspot.com atau google plus di : siskalasriarumahorbo020889
Tidak ada komentar:
Posting Komentar