Bunda
(Oleh Siska L. Rumahorbo)
Tak sepenuhnya semua kesalahan
terlimpah padamu, melainkan dia yang pernah kau banggakan punya andil besar
dalam kisah ini. Demi nama baik keluarga, sebuah pilihan telah terputuskan,
yaitu; membuangku dari bagian hidupmu. Semuanya telah selesai, dan hidup akan
lebih nyaman—Fikirmu.
Hanya air mata yang menemani kala
malam merayap lambat, menusuki hati dengan penyesalan terdalam. Kantung mata di
wajah cantikmu tetap menyembab. Air mata tak pernah lelah menderasi lekuk
wajah. Meski sekuat tenaga menyemangati diri yang telah rapuh.
Satu hal yang menjadikanmu nampak
hebat di mataku, sangat sempurna dalam
meyakinkan semua orang, bahwa kau baik-baik saja. Kecuali Ibumu yang tak
teryakinkan oleh sandiwara ini. Ya, beliau juga wanita. Kurang lebih, pernah
mengalami hal yang sama.
Ibu, sosok yang selalu
mengkhawatirkan keadaanmu. Beliau tak pernah menyiakan kesempatan bertemu kala
dirimu keluar dari ruang kesedihan. Selalu menghibur, karena tahu putrinya
telah patah hati. Hanya itu, tidak untuk kelanjutan kisahnya.
***
Malam ini, kuberanikan diri menyapamu
lewat mimpi. Airmata itu masih saja menyisakan lelehannya meski sedang lelap.
Segera kugenapi dengan usapan lembut, agar segera mengering. Karena aku tak
pernah sanggup melihatnya, meski hanya sebentuk bulir. Dengan santun kubisikkan
tentang kesediaan untuk selalu menemanimu.
Masih dalam lelap, seolah tak percaya
kau mendapati diriku sedang berada di hadapanmu. Kerut pada rona wajahmu
menanyakan ini semua. Sejenak mengendur, dan lagi-lagi bulir air mata itu
muncul pada sudut paling sembab di matamu. Semakin menjadi saat aku berusaha
menjelaskan dengan cara menyentuh perut, dan kemudian mengusapnya perlahan.
“Tidak seharusnya seperti ini. Aku
tahu kau membenciku”
Lirih tanyamu tersampaikan dalam
batin. Mendikte untuk sebuah pembenaran tentang khilaf masa lalu. Tentang
kehancuran yang harus kau tanggung sendiri saat ini. Namun, dengan sigap tangan
lembutku menyentuh bibirmu, sembari berusaha menggelengkan kepala setegas
mungkin.
Bahasa tubuhmu terlihat ingin
merengkuh dan kemudian memeluk erat. Setelah itu ribuan kata maaf terucap
bersama lelehan air mata yang semakin deras membasahi pipi. Sayangnya itu tak
akan pernah terjadi, karena tak akan mampu kau melakukannya. Cukupkanlah
sekedar memimpikan.
***
Pagi ini kau terjaga dari tidurmu,
dengan mata sembab lantaran tangis yang tak berhenti semalam tadi. Saat itu
pula tak lagi kau dapati diriku.
Berhentilah menangis, karena sudah
aku tegaskan malam tadi bahwasanya tak ada kebencian dan dendam pada diriku.
Ketahuilah bahwa aku mencintaimu, meski saat itu kau membuangku. Demi nama baik
keluarga dan dirimu sendiri. Tetaplah cinta ini untukmu.
Aku kembali teringat masa itu, saat
usiaku masih enam minggu masih sangat muda dan belum memiliki tubuh yang
sempurna. Sejak kau menyadari kehadiranku di dalam perutmu, kau mulai
mengkonsumsi minuman itu, dan mau tidak mau kau terus mengkonsumsinya hingga
kau berhasil mengeluarkan aku dari perutmu. Sejujurnya aku ingin keluar dari
sini, ingin melihat dunia, merasakan pelukan hangat juga kasih sayang bunda.
Namun sayang, aku tidak akan bisa mendapatkan itu semua karena aku harus keluar
pada usia yang sangat muda dan bukan pada waktu yang seharusnya. Aku kecewa
mengapa kau tega lakukan ini semua, hingga pada akhirnya aku mengerti alasan
dibalik semua ini.
“Maafkan aku. Aku mencintaimu,
Anakku.”
Ucapmu sambil memegang perutmu dan
hebatnya kali ini kau berhasil menunda air mata itu untuk mengalir. Meski tak
cukup lama.
Aku sangat bahagia mendengar kata
cintamu. Dari duniaku ini kuberdoa untuk kebahagiaanmu kelak. Semoga kau
mendapatkan pria yang lebih baik dari pada sebelumnya. Aku selalu berdoa untuk
kebahagiaamu, Bunda.
.
***
THE END ***
Data diri:
Siska L. Rumahorbo, alumni Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa. Lahir di Serang, 2 Agustus 1989. Tinggal di Merak, Banten. Cinta
mati sama Cristiano Ronaldo, menyukai Real Madrid C.F. I’m a Madridista. Hobby
makan-tidur. Twitternya @kim289_ & @kikareky. Blog siskalasriar289.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar