Pages

Rabu, 17 September 2014

RAMA

Cerpen yang lolos dalam event bertema "RINDU" penerbit Mafaza Media 



RAMA
Oleh Novita Fitri Roosanti

Langit terlihat mendung, semendung hati Alya yang sedari tadi berdebat dengan Bundanya.
“Kenapa Bunda enggak ngijinin Alya nikah sama Mas Ahmad, bukannya dulu Bunda setuju aku dekat dengan dia, tapi kenapa Bunda berubah?” Air mata Alya sudah tidak dapat ditahan lagi.
“Bunda rasa Ahmad enggak cocok buat kamu, Al.”
“Mas Ahmad itu serius sama Alya, buktinya dia sudah berusaha melamar aku ke Bunda. Tapi apa, Bunda tidak pernah memberi kejelasan. Pria seperti apa yang pantas untukku menurut Bunda? Yang kaya seperti Farel tapi tukang selingkuh, atau berpangkat seperti Ilham, yang belum jadi apa-apa saja sudah main tangan.” Alya semakin terisak
“Bukan itu yang Bunda maksud, Al. Bunda cuma ...”
“Cuma apa? Bunda memang nggak ingin Alya bahagia kan. Coba aja Rama masih di sini.” Alya memotong penjelasan Bundanya, lalu pergi ke dalam kamar. Setelah itu terdengar bunyi pintu dibanting.
“Sudah, Lin. Biarkan Alya tenang dulu.” Nenek berusaha menenangkan Bunda.
***
“Rama ... Buatkan aku kipas lagi ya. Habis itu belikan permen, ya.” Gadis kecil itu berlari menghampiri kakeknya, dengan manjanya sambil membawa kertas.
Rama, begitu gadis kecil itu memanggil kakeknya, yang dalam Bahasa Jawa berarti ayah. Sedangkan untuk Neneknya dia memanggil Ibu.
“Iya, sebentar. Rama minum dulu, ayo Alya minum juga. Ini sudah dibuatkan teh sama ibu.” Rama mengajak Alya untuk minum.
“Ayo diminum, Ibu sudah buat teh kesukaan Alya.” Ibu menyambung ucapan Rama.
“Hore ...” Alya meraih gelas dari Ibu, dan langsung meminum teh didalamnya.
Rama dan Ibu tersenyum melihat cucunya yang sangat lucu.
“Bu kalau aku sudah nggak ada, titip Alya ya. Jaga hatinya, bahagiakan dia jangan sampai ada yang menyakiti dia. Termasuk Bundanya.” Rama seperti memberi sebuah amanat kepada istrinya.
“Tentu Rama, Ibu akan jaga Alya sebaik mungkin.”
***
Alya berjalan di sebuah tempat yang asing baginya. Semua serba putih dan berkabut, sesekali dia berputar untuk memastikan di mana dia berada.
“Alya ...” Tiba-tiba terdengar suara yang tak asing baginya.
“Rama ... Ini benar Rama?” Dilihatnya sosok kakek yang selama ini dirindukan.
“Iya, Alya.” Rama tersenyum pada Alya.
“Rama, Alya mau ikut Rama. Alya sangat rindu sama Rama.”
“Kamu mau ikut Rama? Belum waktunya,Sayang. Memang kamu kenapa?”
“Alya enggak suka sama Bunda, bukan sekali ini Bunda menggagalkan keinginan Alya untuk menikah. Apalagi dengan alasan yang tidak jelas. Bawa aku Rama, apa Rama tidak merindukanku?” Alya menagis di depan sosok kakek dihadapannya.
“Rama juga sangat merindukanmu, tapi belum saatnya kamu berada di dekat Rama. Tetap hormati Bundamu, sebagai orang yang telah melahirkanmu. Ingat satu hal, Sayang. Semua yang baik akan terbuka dengan sendirinya, kamu tidak usah khawatir. Rama yakin kamu bisa mengatasinya. Sekarang kamu kembali ya, Rama juga harus kembali. Suatu saat kita akan bersama.” Dengan senyuman, Rama berjalan menjauhi Alya semakin lama semakin jauh lalu menghilang.
“Rama ...” Alya terbangun dan melihat sekeliling kamar bernuansa krem yang ditempati. Tak ada sosok Rama yang dicari, hanya ada foto Rama dalam pelukannya. Dilihatnya kembali foto itu lalu didekapnya erat-erat.
***
Di tempat pemakaman umum, tepatnya di samping sebuah pusara, tengah duduk Alya yang sedang membacakan do'a. Setelah selesai, dipegangnya batu nisan itu.
“Rama, terima kasih telah mendatangiku. Kuharap kau tenang di sana, aku akan menjalankan amanatmu. Tunggu aku, aku sangat merindukanmu.” Semilir angin ikut serta mengantar do'a Alya. Bersama tetesan air mata rasa rindunya.

*** THE END ***
Penulis kelahiran 17 November 1989 ini lebih suka dipanggil dengan sebutan Nophee. Penulis tinggal di Malang, lulusan salahs satu SMK Negeri. Kini beraktifitas sebagai guru privat. Sejak SMP hobi menulis tapi sama sekali tidak pernah dipublikasikan. Dan akhir-akhir ini rasa percaya diri itu mulai muncul, hingga membuatnya semangat untuk terusbelajar menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar