Pages

Rabu, 17 September 2014

Ku Sandarkan Rindu Dalam AyatMu


Cerpen yang lolos dalam event bertema "RINDU". Penerbit Mafaza Media

Ku Sandarkan Rindu Dalam AyatMu
Oleh Anggi Ayu Wiguna

Senja ini, saat mentari meredup dengan perlahan dan menciptakan mega-mega mempesona, aku terbelenggu dalam diam. Tak terlihat mega-mega yang menawan itu oleh mata hatiku, yang ada hanya mendung dan mulai pekat. Suatu asa dimana aku kini mulai berhenti berharap mungkin lebih tepatnya aku putus asa. Aku berjalan sudah terlalu jauh sampai saat ini aku baru tersadar bahwa aku telah tersesat begitu lama. Ya tersesat diduniaku yang masih jauh dariMu, masih dalam semu aku mengingatMu.
Aku dilahirkan dengan  nama Bilqisty Adzra, dulu Ibuku berkata beliau memilih nama ini karena Ibuku berharap aku menjadi seorang ratu yang mulia, ya karena itu adalah arti dari namaku. Semoga doa Ibuku yang disampaikan melalui  nama terkabulkan.
            Satu tahun yang lalu tepat dimana sebuah elegi hidupku terjadi, saat aku memutuskan memakai hijab di usiaku yang menginjak duapuluh dua tahun saat itu pula aku sedang menyelesaikan tugas akhir untuk gelar sarjanaku. Siang itu cuaca sangat terik, matahari sangat bersemangat untuk memancarkan suryanya menerangi manusia yang sibuk penuh hiruk pikuk dengan urusannya dibumi, termasuk aku yang sedang tergesa-gesa menuju kampus karena harus menemui dosen pembimbing skripsi.
“Hah… Panas sekali, habis sudah kulitku kering dan terbakar.” Keluhku.
Sesampai dikampus aku setengah berlari menuju ruang dosen dan ternyata kosong.
“Oh ya Allah…lagi-lagi telat, yah seminar hasil harus diundur lagi,” aku berkata setengah berbisik. Sangat menyesal sekali mengapa aku harus ceroboh melupakan janji. Aku menghela nafas dan tertunduk lesu.  Aku putuskan untuk menemuinya besok saja. Aku beranjak dari tempat duduk dan mulai melangkah dengan tak bersemangat. Ya sedikit menunjukkan bahwa aku sangat kecewa hari ini.
Tiba-tiba terdengar suara yang berasal dari ujung ruangan.
            “Hei hei,hei ukhti!” Suara lelaki diujung sana, yang membuatku kemudian menoleh karena suaranya yang setengah berteriak. Dan benar saja dia sedang melihat ke arahku sambil mengangguk mengisyaratkan bahwa benar yang dia maksud itu adalah aku. Akhirnya aku menghentikan langkahku, dan laki-laki itu berlari ke arahku, sedangkan aku hanya terpaku. Subhanallah laki-laki ini adalah Kak Hamim, dia adalah kakak tingkat sekaligus aktivis kampus. Seseorang yang aku ketahui dengan ketaatannya kepada Allah, makhluk tampan dan soleh serta cemerlang maka nyaris sempurnalah dia. Makhluk yang diragukan keasliannya sebagai manusia ini, karena Anis selalu menyebutkan bahwa laki-laki berkacamata ini adalah malaikat, dan kini aku mengakui bahwa  dia adalah manusia setengah malaikat.
“Ukhti, maaf saya mendapat amanat dari Bu Hati untuk menyampaikannya padamu bahwa Bu hati tidak jadi kekampus hari ini karena ada musibah suami beliau masuk rumah sakit”. Dengan suara tersengal-sengal Kak Hamim menjelaskan padaku.
“Innalillahi, semoga suami beliau cepat diberi kesembuhan oleh Allah,amin,” jawabku padanya.
“Amin. Allah humma amin” sahut dia menegaskan doaku padaNya.
“Baik Kak terimakasih banyak, saya duluan. Assalamualaikum”.
“Waalaikumsalam”.
Dan kami saling berlalu dari ruangan itu. Subhanallah entah ada apa dengan siang ini, aku merasakan tenang saat berbicara dengan manusia setengah malaikat itu, teduh sekali matanya, siapa yang akan menolak jika seorang hamim meminta untuk menjadi imam kepada seorang wanita, rasanya tak akan ada wanita yang mampu menolaknya. Ah aku berpikiran apa, sungguh lancang berharap hal lebih dari makhluk yang nyaris sempurna itu, aku sungguh naïf, seseorang yang baru memulai belajar islam dan mengenakan hijab nya baru terhitung hari, menginginkan seorang adam yang seperti Kak Hamim. Jangankan menjadi nyata memikirkannya pun aku malu. Pantas saja Anis begitu mengistimewakan laki-laki ini, benar saja dia sangat istimewa.
***
Tiga tahun lalu aku pernah bersama dengan seorang laki-laki, dia adalah sahabat kecilku, hingga aku putuskan untuk menjalin hubungan, memang saat kami menjalin hubungan penuh drama jahiliyah, kebodohan, dan tersesat, sampai tiba pada suatu titik yang membuat kami berbalik arah menuju agama kami, menuju Ar-rahman dan menuju sang Gofur. Dirham nama laki-laki itu, disatu titik itu aku dan dirham menyepakati bahwa memang kita harus berhenti bersama dalam ikatan yang belum halal ini, sehingga aku dan dirham harus menyimpan rasa rindu dan cinta ini dalam diam, dan dalam ayat-ayat alquran. Selalu dirham mengatakan …
“Jika kita saling merindu bacalah surah Ar-rahman agar hati kita tentram sehingga cinta kita akan selalu suci dan diridhoiNya. Sampai pada saat aku akan datang padamu untuk menghahalkanmu, Sampaikan rindumu untukku dalam Ar-rahman.”
Tak terasa dua bulan telah berlalu, dibulan itu aku mendapakan kejutan luar biasa dari Allah, tepat dihari itu Kak Hamim mengkhitbahku. Dia meminta kepada Ayah untuk meridhoi aku menjadi bidadari untuknya, bidadari untuk menemaninya selama didunia dan diakhiratnya kelak. Aku sungguh kaget bercampur haru, seorang Hamim mengkhitbahku, betapa tidak aku bisa menolaknya. Aku pun  memeluk Ibuku sambil menangis bahagia. Wahai Allah, hadiah inikah darimu? Akupun malu untuk memimpikannya. Subhanallah Engkaulah sebaik-baiknya perencana. Maha Besar Engkau dan Maha Perkasa. Telah direncanakan bahwa pernikahanku dengan kak Hamim akan berlangsung hari senin depan seminggu dari hari dimana Kak Hamim mengkhitbahku.
Tiga hari sebelum pernikahanku, aku harus pergi ke luar kota dikarenakan nenek terkena serangan jantung sehingga aku harus menemani ibu. Akhirnya kami tiba dirumah sakit  aku terkaget-kaget melihat sosok itu  ya dia adalah Dirham. Laki-laki yang dulu menjadi teman baikku dan berjanji padaku. Aku belum siap untuk berbicara apapun padanya. Dirham telah menyelesaikan coastnya dan dia bekerja di rumah sakit ini. Aku tak kuat nampaknya aku akan rapuh Oh Allah, hamba belum siap. Dirham melihatku dari ujung kacamatanya, dia nampak berbeda, sangat dewasa dan dia tumbuh dengan baik.
“Bilqis…. Subhanallah… Bilqis aku tidak percaya kau disini.” Dirham berkata dengan nada yang sangat terlihat dia sangat bahagia.
Wajah Dirham mulai membiru, ketika aku mengatakan aku akan menikah dengan laki-laki bernama Hamim. Aku tau,sangat paham jika dia benar-benar akan terluka, melihat sejauh ini dia sangat berusaha menjadi pria soleh yang aku damba untuk menjadi imamku. Dia sangat berusaha. Aku berusaha meminta maaf berkali-kali padaNya, seperti tak pernah cukup kata maaf itu. Namun Dirham masih terdiam bersama lamunannya. Namun pada akhirnya dia berkata
“Bilqis… Alhamdulillahirobilalamin, akhirnya kau menemukan seseorang yang layak mengimamimu, tak usah kau meminta maaf terlalu banyak padaku, jodoh itu garis takdir, yang telah ditentukan Allah, walau aku memintamu sangat banyak padaNya, jika Dia tidak berkehendak maka tak akan pernah akan aku memilikimu, aku bahagia melihatmu sekarang dengan hijab panjangmu, kau terlihat sempurna. Aku ikhlas dan membebaskanmu dari janjimu untuk menungguku. Menikahlah… Jadilah bidadari surga untuk orangtuamu dan untuk suamimu. Menikahlah….semoga Allah meridoimu.”
Bagaimana bisa Dirham nampak baik-baik saja seperti itu, sangat tenang, Sangat ikhlas, setelah aku menyakiti hatinya? Apa dia kini sudah melupakanku sebenarnya dan dia tidak mencintai aku lagi? Bagaimana bisa Dirham sangat datar seperti itu. Dirham berlalu, dan aku masih terpaku.
Aku berlari mengikutinya,menuju mesjid rumah sakit, kudekati apa yang sedang dia lakukan di sana, akupun masuk kedalam mesjid dengan terhalang hijab, dalam batas hijab aku mendengar sayup-sayup ayat Alquran.
“Ar-rahmannn…. Alamaquran…”
Subhanallah… Dirham, Dirham membaca surah itu dengan suara terbata-bata karena dia menangis. Seorang Dirham menangis, kembali ia lanjutkan ayat demi ayat namun semakin nyaring dan semakin terdengar isak tangisnya. Kadang dia menghela nafasnya dan berkata seperti penuh kesakitan yang mendera didadanya “Allah…!” dan kembali dia melanjutkan ayat dalam surat Ar-rahman itu.
Dan apa yang aku lakukan? Aku hanya menangis, sebisa mungkin mencoba menangis sepelan mungkin agar tak terdengar oleh siapapun, aku ingin berlari dalam hujan karena hujan membuat ku terlihat tidak menangis.
Kini aku sendiri disenja ini, senja yang pekat meski mega-mega merona. Aku merindunya… merindu sosok laki-laki yang membaca surah Ar-rahman sambil menangis itu. Setelah batalnya pernikahan aku dengan Kak Hamim diwaktu yang lalu.
 “Bilqis… Buka pintunya! Segeralah pakai jilbabmu, dan ikuti Ibu keluar!”. Suara Ibu menyadarkanku dari lamunan panjang ini, aku pun membukanya. Ibu dengan wajah merona berkata padaku,
Ayahku berkata ada seorang laki-laki yang ingin mengkhitbahku dan laki-laki ini bernama Dirham Hakiki. Serasa ada angin segar yang menghembus kedalam relung hati. Serta alunan takbir yang tak lepas dalam hati “Ayah aku menginginkannya” ucapku pada ayah.
Acara pernikahan telah usai, akhirnya angin malam menghembus menggantikan angin gersang. Aku berhadapan dengan suami yang sangat kurindu kehadiran nya telah lama. Aku terlihat sedikit gugup malam itu.
“Nyonya Dirham, berapa banyak kau membaca surah Ar-rahman akhir-akhir ini?” Ucap dirham menghilankan gugup ku sambil tersenyum padaku.
“Ribuan kali…” Jawabku dengan menatap matanya yang teduh. Dirham tersenyum dan kemudian memelukku
“Ya, tentu aku pun begitu ribuan kali,sebanyak rinduku padamu dan ku titipkan rindu itu padaNya melalui Ar-rahman. Ternyata Allah menyampaikannya dengan sangat indah, subhanallah,” ucap Dirham.
Memang benar, disaat kita ingin menjadi lebih baik tak pernah ada kata terlambat. Allah Maha Pengampun, dan selalu mendamba hamba-hambanya yang berbuat salah dan bertaubat. Cinta yang Dia ridhoi adalah cinta yang suci, dan cinta yang suci selalu akan sejati, dan cinta sejati adalah anugerah dari yang Maha Sejati.
*** THE END ***

Biodata Penulis
Anggi Ayu Wiguna adalah nama yang diberikan oleh orangtuaku semenjak lahir kedunia ini. Tepat pada tanggal 02 Oktober 22 tahun yang lalu. Saya berasal dari kota yang sejuk nan rindang bernama Tasikmalaya. Dan sedang belajar di kampus Universitas Jenderal Soedirman memilih Fakultas Hukum untuk mengabdikan diri menggali ilmu untuk negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar