Cerpen yang lolos dalam event bertema "RINDU" penerbit Mafaza Media
Aan Yang Merindu
~ Oleh Antonio Rizzo ~
Ann melengkungkan bibir, gadis yang rambut pirangnya
bergerak-gerak dimainkan angin melipat kakinya sampai menyentuh dada, sesekali
gemertak gigi maupun kerutan dahi sebagai pelengkap hal yang disebut derita.
Hari ini hari selasa, senja gelap
menyeruak dari balik jendela, menyinari seisi ruangan jahat, juga menyinari
seyonginya tubuh Ann yang terbelenggu diatas perebahan, di ujung ruangan.
Senja
merah dua bulan lalu, dirinya masih bisa tertawa.
Namun
senja merah kali ini, dirinya terbelenggu tak mampu tertawa.
Seruak cahaya senja tersembunyi
perbukitan jauh disana, meski jauh, dari sepasang manik jahat masih bisa
menatap lurus-lurus tak goyah, Ann merasakan itu, bukan dari cahayanya
menghilang dan berakhir kelam, tetapi hangatnya yang perlahan-lahan hilang.
Karena
Ann, wanita itu tidak mampu menampaki cahaya.
Biasanya untuk ruangan kamar tidur
ada sinar lampu manakala sang mentari memilih pergi, diruangan tempat bernaung
Ann tidak ada, hilang, lenyap, sengaja ditiadakan, untuk apa berbagi sinar
untuk yang tidak mampu merasainya.
Kerongkongan
Ann melaju turun.
Suara dentuman antara kayu pintu dan
dinding menggema, sontak Ann yang terdiam merasakan kaget luar biasa, tubuh
rapuhnya mundur bersenti-senti, menghindari sebisa mungkin tangan jahat yang
kembali menyentuhnya, ucapan jahat yang mengatakan mencintainya, atau makanan
jahat yang disediakan olehnya.
“Aku pulang, Ann sayang,”
Ann bergeming kukuh, menutup bibir,
memejamkan mata, menjaga jarak dengan pria gila yang terobsesi olehnya.
“Kenapa Ann? Kau tidak rindu denganku ya? Jahatnya
dirimu.” Pria berambut merah itu maju, secara kejam menempelkan telapak tangan
dingin pada pipi Ann, yang sontak membuat Ann ketakutan tak berhingga.
“K-Kumohon, hentikan, l-lepaskan aku....”
Kemudian, bukan mata hijau milik
lelaki itu yang meneduh atas kasihan, malah suara tawa maniak memenuhi ruangan
sempit, serakah sekaligus mendominasi, memaksa tetesan bening untuk menuruni
dari mata gadis pirang satu-satunya.
“Melepaskanmu? Jangan bercanda, Ann sayang,”
Dapat tertebak oleh Ann, tangan
kosong milik Coda, lelaki itu, menelusuri rambut, turun ke selubang tengkorak
yang matanya telah menghilang, lalu ke hidung, patah beberapa waktu lalu, dan
bibir sobek, mengecupnya mesra.
“Ngggh, Akkkh!”
“Oh, kau mulai berani padaku ya?”
Selanjutnya, yang terdengar adalah
geraman Coda dan teriak sakit Ann.
Ah,
Ann sungguh merindukan dirinya dalam naungan senja., dalam naungan kebebasan.
***
Saat kalender bertajuk pada bulan
September, dirinya tidak berada disini, berada di dalam kamarnya yang selalu
menguarkan hangat, atau di pusat perbelanjaan, bersama Raye, Michaella, bahkan
Hide sekalipun.
Tapi,
sejak lelaki jahat bernama Coda itu hadir, kebebasan menjadi hal yang paling
dirindukan.
Ann tersenyum dalam ringisan, tempat
ini tidak bising sekaligus tidak beraroma, suara burung bersahutan dapat
terjangkau telinga, tanah basah akibat deru hujan pun masih mampu tipis-tipis menancap
hidungnya yang patah.
Semalaman, Coda jahat menyentuhnya,
tiap sisi yang mampu terjangkau tak luput dari sepasang tangan dingin yang
jahat, tanpa berdosa mencampakkan Ann manakala kepuasan dirasa.
Punggungnya
sakit, Coda mencambuk dengan ikat pinggang.
Kulitnya
rusak, Coda menyiram dirinya dengan bensin, korek berapi tersentuh dikulit
basah terkena bensin.
Dan
sekumpulan luka lainnya, yang Ann sendiri tidak mengingatnya, terlalu sakit
jika harus kembali berurusan luka.
Memori masa lalu berputar-putar,
menampilkan sesosok perempuan yang memiliki helaian sama, tersenyum menawarkan
panekuk hangat, juga Ayah dan adiknya yang menyebalkan, namun saat ini,
sebalnya tergantikan.
Oleh
rindu, menggebu-gebu.
Ann merindukan segala hal, Ann rindu
duduk dibawah pohon ek yang daunnya menari-nari saat angin datang, Ann rindu
kamarnya yang berwarna merah muda, disana dia banyak menorehkan mimpi dalam
buku catatan, Ann rindu keluarganya, sangat rindu, melebihi rindunya bersama
teman-teman.
Terlalu
banyak yang dirindukannya, sampai-sampai Ann berpikir.
Apa
mungkin, rinduku bisa tersampaikan?
Coda jahat datang, membawa semangkuk
makanan yang strukturnya buruk sekali, bahkan tempat makanannya pun sangat
buruk sekali, Ann ingat bentuknya, ingatan Ann langsung terbayang pada mangkuk
khusus untuk Mike, anjing jerman miliknya.
“Makanlah Ann, aku tidak ingin kau mati terlampau
cepat.”
Ann maju, harus sampai menempelkan
wajahnya di perebahan, tangan dan leher terbelenggu rantai, tidak ada aroma,
tidak ada ganjil, lidah dan hidung terlalu rusak untuk mengecap itu.
“Bagus, anak pintar,” Coda menepuk-nepuk mahkota
pirang Ann.
Ah, Ann sungguh merindukan dirinya, dalam naungan
keluarga, dalam naungan teman-teman.
***
Dalam hati, Ann sempat memikirkan
suatu hal, bukankah harusnya Ann berterima kasih kepada Coda jahat, membuat
pikiran dapat mengerti seberapa penting aspek kehidupan yang kerap kali
dianggap remeh.
Tidak, untuk dapat mengerti seberapa penting aspek
kehidupan tidak perlu sampai harus menyiksa.
Sejak rantai membelenggu, Ann dapat
mengerti, rasa rindu juga rasa sedih mendalam, dalam hidup normalnya, Ann tidak
terikat kata rindu, semua dilalui dingin dan monoton.
Sampai
Coda jahat menangkapnya, Ann menyadari rasa rindu.
Membelenggu,
menggebu-gebu.
Semakin lama waktunya bersama Coda
jahat, rasa rindu mulai menguar, tapi artinya berbeda seiring berjalannya
waktu.
Satu
bulan pertama, Ann merindukan keluarga dan teman-teman.
Dua
bulan kedua, Ann merindukan Mike, kamar hangat, dan pohon ek.
Tiga
bulan ketiga, Ann merindukan cahaya senja, makanan layak, juga aroma-aroma.
Empat
bulan keempat, Ann merindukan kulitnya yang bersih tanpa luka.
Lima
bulan kelima, Ann merindukan dirinya yang begitu bebas.
Enam
bulan selanjutnya, Ann mulai merindukan sesuatu yang dirasa janggal.
Kematian.
“T-Tolong, b-bunuh aku... A-Aku
tidak tahan l-lagi...” Ucap Ann suatu senja, membuat Coda membulatkan mata,
membuat napasnya seolah tertahan di tenggorokkan.
Rindu lain terenyah, hilang tanpa
sisa, bayang-bayang sang pencabut nyawa membawa benda tajam lebih manusiawi,
daripada pria gila yang kembali memukul dengan barbel. Ann terlalu merindukan
kematian. Napas kematian seolah memasuki hidung patah.
Dapat terasa, Coda jahat meraih
segenggam pisau, entah berkarat atau tajam, Ann tidak peduli, waktunya tidak
cukup untuk kukuh peduli. Mendadak bayang-bayang akan orang yang sangat
dirindukan muncul dikepala, membuat Ann tersenyum dalam matinya.
Sebentar
lagi, rindunya akan tersampaikan.
“Selamat tinggal Ann, aku mencintaimu.”
Ya,
tersampaikan.
Ah,
Ann sungguh merindukan kematian yang memeluknya erat dalam tubuh gelap.
--
Aku pulang.
*** THE END ***
Biodata.
Antonio
Rizzo, bocah yang sering tersesat, Email. arrizo38@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar